banner 1024x768
advBerauBeritaDPRD Berau

Mogok Kerja Berujung Intimidasi, Serikat Buruh Minta Perlindungan DPRD Berau untuk Pekerja PT PSG

×

Mogok Kerja Berujung Intimidasi, Serikat Buruh Minta Perlindungan DPRD Berau untuk Pekerja PT PSG

Sebarkan artikel ini

BERAU, HARAPANPOST.COM — Drama ketenagakerjaan kembali mewarnai dunia industri sektor pertambangan di Kabupaten Berau. Kali ini, puluhan anggota PTK PBBB-KASBI Site PT PSG mengadu ke DPRD Berau membawa keluhan mereka mendapat intimidasi dari perusahaan sejak mereka melakukan aksi mogok kerja 17-24 Mei 2025 lalu.

Apa yang awalnya dimaksudkan sebagai aksi damai untuk menuntut pengangkatan menjadi karyawan tetap, kini malah berujung pada serangkaian intimidasi dan diskriminasi dari pihak manajemen perusahaan.

Pengurus PTK PBBB-KASBI Site PT PSG, Rantau Dwi Atmojo, mengungkap dengan nada getir bagaimana nasib para pekerja yang ikut mogok kerja.

“Bayangkan, data fingerprint kami dihapus begitu saja. Teman-teman yang kemarin ikut aksi mogok kerja sekarang seperti orang asing di tempat kerja sendiri,” ungkap Rantau saat mendatangi DPRD Berau, Selasa (20/05/2025) lalu.

Lebih parah lagi, para pekerja yang hendak memasuki area kerja kini harus berhadapan dengan aparat keamanan yang menghadang di pintu gerbang.

“Kami dianggap akan melakukan tindakan anarkis. Padahal mogok kerja kami sesuai prosedur—masuk ke kantor tapi tidak melakukan aktivitas kerja. Itu sudah sesuai aturan yang berlaku,” jelas Rantau dengan raut wajah yang tampak kecewa.

Akar masalah sebenarnya bermula dari kegelisahan para pekerja yang sudah bertahun-tahun berstatus PKWT (Pekerja Kontrak Waktu Tertentu) namun tak kunjung diangkat menjadi PKWTT (Pekerja Kontrak Waktu Tidak Tertentu).

“Banyak teman-teman yang sudah bekerja bertahun-tahun, bahkan ada yang sudah lima tahun lebih, tapi statusnya masih kontrak terus. Ini jelas melanggar aturan ketenagakerjaan,” tegas Rantau.

Kondisi inilah yang kemudian memicu aksi mogok kerja selama seminggu penuh. Namun, alih-alih mendapat respons positif, para pekerja justru menghadapi perlakuan yang dinilai semakin diskriminatif.

Menanggapi laporan tersebut, Wakil Ketua I DPRD Berau, Subroto, menyatakan keseriusannya untuk menindaklanjuti kasus ini. Namun, ia menekankan pentingnya prosedur yang tepat agar penyelesaian memiliki kekuatan hukum.

“Terus terang, jadwal hearing belum bisa kami tentukan karena mereka baru saja melapor. Tapi yang jelas, kasus ini akan terus kami monitor dan akan segera diagendakan,” jelas Subroto.

Politisi dari Daerah Pemilihan (Dapil) 3 ini kemudian memberikan saran strategis kepada para buruh dan serikat kerja.

“Saya sarankan untuk berkoordinasi dulu dengan Disnakertrans Berau guna mediasi dan perlindungan. Kami juga akan hadir mendampingi karena mengundang ke DPRD tanpa jadwal resmi sama saja ngobrol di warung kopi,” ujarnya dengan analogi yang cukup mengena.

Subroto menjelaskan bahwa untuk menggelar hearing resmi dengan melibatkan manajemen PSG, DPRD memerlukan persetujuan melalui Badan Musyawarah (Banmus).

“Lembaga DPRD ini segala sesuatu perlu Banmus dengan anggota lain agar punya kekuatan hukum. Kita tidak bisa asal undang tanpa prosedur yang benar,” tegasnya.

Sementara itu, upaya konfirmasi yang dilakukan media ini kepada pihak manajemen PT PSG belum mendapat respons hingga berita ini diterbitkan.

Kasus ini menjadi catatan penting bagi dunia industri di Berau, di mana hubungan industrial yang harmonis masih menjadi pekerjaan rumah bersama antara perusahaan, pekerja, dan pemerintah daerah.

Para pekerja kini menunggu dengan harap-harap cemas, apakah suara mereka akan didengar ataukah harus menghadapi intimidasi yang lebih berat lagi di tempat kerja. (Adv).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *