BERAU, HARAPANPOST.COM – Anggota DPRD Kabupaten Berau, Sutami mendorong pemerintah daerah untuk segera mengesahkan dan mengakui hak ulayat tanah adat berkisar sekitar 2.000 Hektare milik masyarakat Dayak Petung Selekop di Kecamatan Biatan Lempake.
Menurutnya, pengakuan atas tanah adat bukan hanya soal identitas budaya, tetapi juga bentuk perlindungan hukum terhadap wilayah yang telah dikelola secara turun-temurun.
“Saya berharap tadi berpesan bahwa bukan hanya hak ulayat daripada Dayak Selekop atau Petung tadi, tetapi ini berlaku kepada seluruh hak ulayat yang ada di Kabupaten Berau,” ujar Sutami.
Ia menegaskan bahwa jika tidak segera diinventarisasi dan diakui, lahan-lahan masyarakat adat berpotensi besar menjadi sasaran penguasaan oleh pihak lain, termasuk perusahaan. Untuk itu, ia meminta agar pemerintah tidak membiarkan kondisi ini terus berlarut.
“Jangan sampai nanti menjadi konflik berkepanjangan. Bagaimana kita menginventarisir? Mungkin pemerintah jemput bola, mereka juga membuka diri agar ini ke depan tidak terjadi lagi,” jelasnya.
Sutami juga mengingatkan bahwa keberhasilan pengakuan hak ulayat di Petung Selekop bisa menjadi contoh baik bagi wilayah adat lainnya di Berau, bahkan secara nasional. Namun, ia mengingatkan agar proses tersebut tetap mengacu pada aturan dan undang-undang yang berlaku.
“Seperti yang saya sampaikan tadi, bahwasannya ketika ini berhasil maka ini menjadi percontohan untuk daerah lain. Tapi tentu kita harus melihat kepada ketentuan undang-undang yang berlaku. Kita punya inisiatif agar ini bisa diakui dan dapat pengakuan dari pemerintah, tetapi tidak boleh juga melanggar aturan yang lebih tinggi,” tegasnya.
Selain pengakuan formal atas hak ulayat, Sutami juga menekankan perlunya perhatian pada fakta bahwa sebagian warga telah lama mengelola lahan, termasuk untuk kegiatan berkebun dan pemukiman. Ia berharap tidak ada pengabaian terhadap eksistensi dan hak mereka.
“Masyarakat juga harus kita lihat, bahwa di sana ada yang sudah berkebun sejak lama. Jangan sampai ini kita pembiaran,” ungkapnya.
Sebagai solusi, Sutami mengusulkan agar pemerintah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang bertugas khusus menginventarisasi, memverifikasi, dan menyelesaikan batas-batas wilayah adat. Langkah ini menurutnya penting demi memastikan tidak ada lagi konflik agraria antara masyarakat adat dan pihak luar, serta untuk menjaga kelestarian sosial-budaya masyarakat Dayak Petung Selekop yang telah lama hidup selaras dengan tanah leluhur mereka.
“Saat ini segala sesuatunya pemerintah ini harus proaktif untuk terjun ke lapangan, ke kampung-kampung. Bukan hanya menyelesaikan masalah ini, tetapi tapak batas juga harus diselesaikan. Rasa-rasanya harus membentuk tim kelompok kerja untuk menyelesaikan target inventarisir ini, purifikasi dan sebagainya,” tutupnya. (Irfan/Rdk/Adv).