BERAU, HARAPANPOST.COM – Pulau Maratua yang dikenal sebagai salah satu ikon wisata bahari andalan di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). kini menghadapi tantangan serius, seperti yang terjadi maraknya penjualan lahan secara masif dalam dua tahun terakhir, lebih dari 31 hektare tanah di pulau eksotis ini telah masuk dalam daftar jual, bahkan dipasarkan secara daring melalui sejumlah platform properti, salah satunya seperti situs rumah123.com.
Fenomena ini memicu kekhawatiran berbagai pihak salah satunya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau, Ilyas Natsir menyayangkan tren tersebut. Ia menilai, menjual lahan bukanlah pilihan bijak bagi masyarakat lokal. Sebaliknya, ia mendorong adanya kemitraan dengan investor agar masyarakat tetap memiliki peran dan keuntungan jangka panjang dari potensi wisata.
“Kalau lahan dijual, masyarakat hanya dapat keuntungan sesaat. Justru akan rugi besar karena bisa tersisih dan hanya jadi penonton di kampung sendiri,” tegas Ilyas.

Senada dengan itu, Anggota DPRD Berau, Sutami juga menyampaikan keprihatinannya. Ia meminta masyarakat Maratua untuk tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan terkait tanah warisan mereka.
“Kami minta warga benar-benar mempertimbangkan dampak ke depan. Jangan sampai keputusan menjual lahan justru merugikan diri sendiri dan anak cucu,” ujar Sutami.
Menurut Sutami, lahan yang berada di wilayah strategis seperti Maratua justru harus dikelola dengan pola kerja sama yang adil dan berkelanjutan. Dengan begitu, masyarakat tetap menjadi pemilik sah atas tanah, sekaligus memperoleh manfaat ekonomi dari aktivitas pariwisata yang berkembang.
Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam melakukan pendampingan dan edukasi kepada masyarakat terkait nilai strategis lahan mereka.
“Perlu ada sosialisasi yang masif agar masyarakat paham bahwa menjalin kemitraan dengan investor bisa jadi solusi. Kita ingin warga Maratua jadi pelaku utama pembangunan wisata, bukan hanya penonton,” pungkasnya. (*/Adv).